Dalam kacamata hukum segala sesuatu memiliki sifat kenetralitas yang sangat monumen. Oleh karena nya berbicara soal kebijakan hukum maka kita berbicara soal fakta, dan fakta harus ber arah ke netralitas dalam suatu kebijakan.
Suatu kebijakan memiliki dua konsepsi yaitu kebijakan responsif dan kebijakan reaktif. Responsif artinya kebijakan itu berdampak baik dan bermanfaat begitu juga sebaliknya kebijakan yang bersifat reaktif berdampak buruk pada masyarakat.
Kebijakan yang dibangun akhir-akhir ini seperti Peraturan Kepolisian Nomor 10 tahun 2025 tentang anggota Polri yang melaksanakan tugas diluar struktur organisasi polri adalah mendapatkan Pro kontra di tatanan lingkungan.
Ketum LMND Kubu Claudion mengkaji secara filsafat hukum bahwa Produk Perpol Nomor 10 tahun 2025 tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Mengada demikian karena menurut Claudion produk tersebut merupakan penjelasan sekaligus memberikan batasan – batasan terhadap ruang lingkup jabatan pada instansi pemerintah dan organisasi Internasional yang memerlukan kompetensi dan keahlian.
Perpol Nomor 10 tahun 2025 ini adalah aturan yang bersifat Lex Specialis Derogat Legi Generali artinya hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum”, yang digunakan untuk menyelesaikan konflik norma di mana peraturan khusus (lex specialis) harus diterapkan daripada peraturan umum (lex generalis) jika keduanya mengatur hal yang sama.
Dalam artian yang sederhana Perpol nomor 10 tahun 2025 ini dipakai dalam tubuh internal ketika kepolisian memiliki keahlian dalam suatu bidang untuk menyelesaikan segala konflik kebangsaan mengingat SDM dari Instansi tersebut sangatlah banyak, serta Kepolisian ialah bagian dari Alat negara / Perwakilan Sipil Negara. Sedangkan Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian bersifat umum yang mengatur soal ruang lingkup kepolisian.
Lebih lanjut Claudion menjustifikasikan bahwa jika kita melihat secara saksama apa yang termaktub dalam pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 bahwa yang dimaksud dengan “jabatan diluar kepolisian” adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian yang hal ini tidak dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga menjaga marwah Konstitusi. Artinya Mahkamah Konstitusi tidak melarang anggota Polri aktif untuk mengundurkan diri sepanjang dia menduduki jabatan sipil yang ada didalam kementrian atau Lembaga.
Dengan kemampuan serta loyalitas seorang kepolisian sehingga memberikan nilai Kepastian hukum dan kebermanfaatan hukum terhadap jabatan yang dimiliki sangkut pautnya dengan kepolisian. Oleh karena itu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXII/2025 yang menegaskan bahwa “Jabatan yang mengharuskan Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” adalah frasa jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan Kepolisian, sehingga kita bisa merujuk ruang lingkup melalui Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang ASN.
Dengan begitu menurut Claudion Perpol 10/2025 sejalan dengan Rule Of Law didalam Sistem Ketatanegaraan. prinsip Rule Of Law ini secara mendadar ialah nilai fundamental negara hukum yang menyatakan bahwa hukum adalah penguasa tertinggi, bukan individu atau penguasa, yang berarti semua orang, termasuk Kepolisian , tunduk dan bertanggung jawab pada hukum yang adil, jelas, dan diterapkan secara setara, demi perlindungan hak warga negara dan keadilan sosial.
Selain itu Konsep ini menegakkan bahwa kepolisian selaku pemerintahan berdasarkan sistem hukum yang objektif, bukan kekuasaan sewenang-wenang, memastikan akuntabilitas, transparansi, dan akses keadilan bagi semua.
